13/02/2021

Empati Melampaui Menstruasi

Berempati Lewat Cawan Menstruasi yang Bernoda
Sumber: Kamera Pribadi

Tak pernah terpikirkan oleh saya sebagai perempuan usia produktif yang hidup di Indonesia untuk setiap bulannya mengenakan cawan menstruasi demi mengurangi sampah pembalut sekali pakai. Sekaligus sebagai individu yang tidak berafiliasi dengan kumpulan orang yang mengurangi sampah, saya bergerak dengan hati dan menjalaninya dengan sungguh-sungguh. Empati saya besar untuk para petugas sampah semenjak saya menggunakan cawan menstruasi. Begini singkat kisahnya sampai saya memutuskan menggunakan cawan menstruasi:

Siaran langsung instagram pada malam itu di akun instagram seorang perempuan Indonesia yang juga aktivis feminisme garis keras sedang mengenalkan kepada ribuan pengikutnya mengenai cawan menstruasi. Dengan sederhana, ia dan seorang kawannya berwarganegara Australia itu menjelaskan fungsi dan cara kerja cawan menstruasi. Mereka berdua melakukan tutorial melipat cawan menstruasi yang mereka contohkan dengan kertas bekas karena mereka sedang tidak membawa fisik si cawan. Meskipun sudah dicontohkan saya masih asing dengan benda itu. Lalu seperti ungkapan mestakung atau semesta mendukung, saya tidak sengaja melihat akun Sustaination yang ternyata menjual cawan menstruasi asal Kanada. Saat itu sepertinya ada potongan harga sebagai harga pengenalan cawan mestruasi di Indonesia di pertengahan tahun 2018 itu sehingga saya langsung memesannya tanpa pikir panjang bagaimana saya dapat menggunakannya nanti ketika saya menstruasi.

Sumber: Email Pribadi

Alhasil pada saat saya menstruasi, saya sama sekali tidak bisa memakainya hingga bulan kedua menstruasi dan mencari jalan lain dengan menggunakan pembalut kain yang dapat dicuci dan digunakan berulang kali. Saya masih mencoba hingga lima bulan berikutnya dengan tetap latihan pakai cawan menstruasi. Hingga tiba saatnya saya berpapasan dengan poster acara Sustaination yang mengangkat topik cawan menstruasi dengan seluruh pemantiknya adalah perempuan dan mereka seolah membagi tugas dalam menjelaskan soal menstruasi dan alat-alat menstruasi hingga hubungannya dengan lingkungan. Singkat cerita, dalam waktu yang tidak lama setelah beberapa hari dari acara tersebut saya menstruasi dan akhirnya berhasil menggunakan cawan menstruasi yang sudah saya beli berbulan-bulan sebelumnya. Memang sangat perlu diakui bahwa di Indonesia sangat butuh penguatan dari luar seperti bertemu ahlinya dan membicarakan cawan menstruasi sehingga orang-orang yang sempat tak berhasil menggunakannya seperti saya mampu percaya diri dalam menggunakan cawan menstruasi mengingat pada tiga tahun lalu cawan menstruasi yang masih pro dan kontra di Indonesia.

Meskipun kawasan di mana saya tinggal tidak menyediakan fasilitas pemilahan sampah seperti yang YPBB (Yayasan Pengelolaan Biosains dan Bioteknologi) sudah lakukan di Bandung dan Cimahi maka saya memilahnya sendiri dan mengompos sampah organik milik saya. Hal paling besar bagi saya selain mulai mengompos adalah mengganti pembalut sekali pakai yang sangat amatlah jorok jika tidak dilakukan perawatan dengan sungguh. Sangatlah jorok bagi rumah tempat saya tinggal dan terlebih lagi bagi petugas kebersihan yang mengangkut sampah pembalut sekali pakai para perempuan. 

Seperti yang dilansir dalam artikel daring empat halaman yang diterbitkan oleh FIXINDONESIA.COM sungguhlah membuat bergidik. Judulnya "Tumpukkan Limbah Pembalut Memupuk Kerusakan Lingkungan" itu sangat membuka mata bahwa mediapun luput dalam memberitakan persoalan limbah pembalut sekali pakai dan menjadi momok yang setiap hari dialami oleh petugas sampah kita yang tidak manusiawi.

Saya dapat katakan mengganti pembalut sekali pakai memang adalah salah satu cara memanusiakan manusia. Manusia yang dimaksud adalah diri kita sendiri karena banyak pula kandungan tidak baik bagi kesehatan dalam pembalut sekali pakai.

Apa Saja yang Ada Pada Pembalut Sekali Pakai?
Sumber: Sustaination.com

Begitu pula dengan para pekerja kebersihan yang kita tidak sadari sudah tidak memanusiakan mereka, seringkali saya terusik dengan artikel dan video yang saya lihat mengenai jam kerja petugas kebersihan yang mengalahkan buruh kantoran dan pabrik padahal kami semua sama-sama buruh. Sungguh tidak layak dengan jam kerja setiap harinya dan upah yang mereka terima dalam pekerjaan pengelolaan sampah.

Semoga semakin bertambah individu yang mau tergerak walaupun dengan pelan namun konsisten demi manusia-manusia lain, jangan jauh memikirkan akan penyelamatan planet Bumi jika orang lain di sekitar kita belum sama bahagianya dengan kita. Sesederhana beralih ke pembalut pakai ulang maupun cawan menstruasi.

Rusun dan Kompos

Dari sebuah Talk Show bertemakan Zero Waste Cities: Cegah Tragedi Leuwihgajah Terulang, oleh salah satu narasumber tersampaikanlah sebaris kalimat sederhana yang keluar dari perkataan seorang petugas sampah ketika warga yang sampahnya ia angkut sudah mulai memilah sampah yang membuat saya terharu: 

"Baju saya sudah enggak pernah bau sampah lagi ketika saya bekerja"

Sebegitunya momok sebagai petugas sampah yang luput dari pengetahuan kita. Tidak semua orang dapat kuat memikul beban kerja sebagai petugas sampah sehingga bagi saya hanya orang-orang terpilih dan ikhlas sajalah yang mampu mengerjakan pekerjaan mulia ini. Sementara di sisi lain jika ada iuran atau retribusi sampah misal naik seribu rupiah saja protes warga bisa menguap berlebihan tetapi sangat disayangkan sampah di rumah kebanyakan warga tercampur sehingga membuat petugas sampah yang kena imbasnya. Ibarat kata, "yang punya sampah siapa, yang kebagian bau busuknya siapa". Pasti sedih dan tak nyaman berada di posisi para petugas sampah namun pekerjaan ini tetap harus diemban demi keberlangsungan hidup mereka.

Hmmm.. Sempat terpikirkan sepertinya kita bisa deh pelan-pelan mengakhiri ketidakadilan dalam bekerja seperti yang dialami para petugas sampah. Salah satunya dengan memisahkan sampah organik dari rumah yang adalah sumber dari ketidaknyamanan dalam bekerja seorang petugas sampah di lapangan. Sebenarnya kita semua dapat memisahkan sampah organik dengan cara memilah sampah mana saja yang bisa diolah lagi dan mana saja yang berakhir di TPA (tempat pembuangan akhir). Sayangnya belum banyak yang mengetahui bahwa sampah organik dari rumah tangga itu bisa diolah lagi untuk menyuburkan tanah yaitu dengan cara pengomposan sampah organik, baik itu dilakukan secara individu maupun kolektif bersama para warga di kawasan tempat kita tinggal. Mongompos secara individu memang sudah baik namun akan berdampak lebih luas ketika dilakukan secara gotong royong dengan satu tujuan yaitu lingkungan yang asri yang berkeadilan. Kalau lingkungan makin asri seharusnya petugas sampah juga ikut senang dong ya, biar adil kan hihihi sama-sama senang.

Namun jika hidup di tengah kota Jakarta mungkin masih sulit menemukan kumpulan warga yang mau mengelola sampah organik secara bersama. Tapi itu tidak menjadi alasan untuk tidak memulai, bukan? Jika tidak memiliki kawasan yang mendukung untuk memilah sampah rasanya tidak apa bila dimulai sendirian, tetaplah semangat! 💊 Karena sayapun begitu. Saya hidup di tengah kota Jakarta tepatnya di sebuah rumah susun (rusun) subsidi pemerintah di bilangan Kemayoran dan tidak mempunyai pekarangan sendiri yang akibatnya adalah hanya ada lahan yang super kecil untuk melakukan kegiatan bercocok tanam dan sejenisnya. Saya mencoba tidak berkecil hati karena iri sekali dengan masyarakat yang mempunyai rumah horizontal yang lahannya manusiawi untuk menanam bermacam tumbuhan dan tentunya mengompos. 

Tampak dari Atas: Lahan Saya Mengompos di Rusun
Sumber: kamera pribadi

Dengan lahan kecil itu saya ternyata masih dapat mengompos lho! Saya sendiri juga heran. Berikut beberapa langkah untuk mulai memilah sampah dari rumah susun, mari simak bersama yaa!

Pertama, kumpulkan wadah bekas ukuran sedang hingga besar. Tujuannya untuk menjadi "tempat sampah organik" kita. Jadi ketika kita melakukan proses apapun itu yang menghasilkan sampah organik dapat kita kumpulkan di wadah bekas yang sudah kita siapkan itu.

Kedua, siapkan daun pisang atau daun apapun yang ada dan jika tidak ada dedaunan boleh juga kertas bekas. Daun atau kertas bekas ini bisa menjadi alas pada dasar wadah bekas yang sudah kita siapkan. Sebelum-sebelumnya saya tidak memakai alas sehingga sampah organik yang menempel selama satu minggu akan sulit dibersihkan padahal wadah tersebut akan dipakai lagi. Jadi lebih baik wadahnya juga kembali bersih sehingga kitapun nyaman dalam mengumpulkan sampah organik kita.

Ketiga, kita hanya tinggal menunggu seberapa banyak sampah organik terkumpul. Banyaknya tergantung dengan keinginan kita pribadi. Kalau saya biasanya dikumpulkan sampai semua wadah penuh dengan sampah organik yang kira-kira waktu tunggu selama satu sampai dua minggu. Dan usahakan tidak menaruh di dalam ruangan yang ventilasinya kurang baik karena akan menghasilkan aroma tersendiri dari sampah organik kita yang mungkin akan mengganggu penghuni rumah.

Sampah Organik + Air Cucian Beras (Sebagai Aktivator) Selama Seminggu
Sumber: Kamera Pribadi

Keempat, ketika semua sampah sudah terkumpul maka dapat langsung kita bawa ke pekarangan yang tentunya lahan bertanah sehingga sampah organik kita mengurai sebagaimana mestinya. Kemudian yang kita lakukan adalah menggali! Menggali bisa dilakukan oleh siapa saja tidak harus laki-laki kan? 😄 Semangat menggali tanahnya, gali sedalam yang kita butuh sesuai banyaknya sampah organik kita. Jadi ukuran kedalaman galian tanah itu tidak pasti karena banyaknya sampah sering berbeda-beda dan yang terpenting sampah organik kita masuk dan tanah benar-benar menutupinya dengan sempurna.

Proses Menggali Tanah untuk Sampah Organik
Sumber: YPBB

Terakhir, kita kembali ke rumah dan membersihkan lagi wadahnya. Jangan lupa semua wadah dikeringkan ya.. Dan kita mengulang lagi ke langkah pertama! Itulah yang disebut berkelanjutan sehingga tidak akan pernah putus untuk terus memilah sampah dari rumah 😁 Semangatnya juga tak putus ya!

Setelah menjalaninya bertahun-tahun tanpa saya sadari dengan mengompos ternyata saya sudah mulai berempati dengan para petugas sampah lho! Karena saya sudah mengurangi beban kerja mereka yang sebenarnya bukan bagian kerja mereka sih. Lho kok? Iya, karena memilah sampah adalah tugas saya yang memproduksi sampah.

Para petugas sampah pasti akan sedikit berbahagia jika saya dan kamu mulai memilah sampah, jadi enggak ada lagi tuh ceritanya baju petugas sampah yang bau seusai bekerja ya 😊 Dan satu lagi, mari berdoa semoga penduduk kota seperti saya dan mungkin kamu yang sedang membaca segera mendapat support system yang juga ikut memilah sampah bersama-sama seperti kawasan yang sudah menjadi Zero Waste Cities yaitu Bandung dan Cimahi. Aamiin. ^_^

08/02/2021

Ulasan Multipurpose Oil "Mantra" Seasters Project

Siapa nih yang lagi cari pelembab tapi males beli online shop karena banyak sampah plastik sekali pakai dan belum tentu komposisinya oke punya? Siniii, gue punya rekomendasi dan ulasan karena gue udah pernah pakai juga hihi dijamin ga bakal nyampah berlebihan dan produknya bagus karena untuk semua tipe kulit!

Cerita yaa gue.. Leher gue suka gatal karena keringetan dan bisa berlangsung lama, hilang, dan kembali lagi. Sedih karena ganggu banget. Dah dikasih salep mengandung steroid sih oke, tapi nanti gatel lagi. Lagipula enggak bagus pakai steroid dalam waktu yang lama.


Waktu itu Kak Nabila lagi bagi-bagi hadiah sabun kek random gitu trus gue dapet dan ga tau ada minyak ini (pantesan ditanya ttg kondisi kulit waktu itu). Aneh banget emang. Gue akui, emang gue orangnya oportunitis dan juga suka dapat sesuatu yang ga gue harapkan/yang gue pun udah lupa.

Gue dapet sample minyak segala tujuan (bahasa Inggrisnya multipurpose oil) untuk segala jenis kulit, dikasih nama MANTRA oleh Kak Nabila. Karena bisa buat apa aja, semuka sebadan bole! Ya jangan juga untuk dressing salad cuy, kan ini isinya JOJOBA (bacanya: hohoba), SUNFLOWER SEED, APRICOT, ARGAN, FRANKINCENSE, GERANIUM, LAVENDER, CLARY SAGE, & VIT E (sebagai pengawet alaminya, biar umurnya lebih panjang). Gils, itu deretan minyak yang enggak murah dan diharapkan jadi mantra bagi semua penggunannya. Hihi tentu mantra untuk kebaikan ataupun kesembuhan. Aromanya calming pun, enak banget. Pakainya abis cuci muka pas muka masih setengah basah yak biar nyaman feel lembabnya dibanding di kulit yang udah dikeringkan.

Kekurangannya di kemasan, akan sulit dibuka bagi yang belum terbiasa dengan model tutup seperti ini. Tapi emang jadi aman banget sebenarnya karena ga mudah terbuka. Jadi dualisme ya, kekurangan atau kelebihan tuh? Hehe

Karena waktu itu gue bermasalah dg kulit leher ada baiknya gue manfaatkan 10ml MANTRA ke kulit leher aja jadi fokus gitu pakainya. Dan itu ngefek banget. Kulit leher gue kalem pake banget. Jadi MANTRAnya waktu itu belum loncing, gengs! Gue dan beberapa teman Kak Nabila bisa coba dulu, jadi sudah pasti MANTRA itu cruelty free karena individu yang nyoba sebelum dijual secara komersil adalah para hooman.

Disclaimer: Pas beneran loncing di e-commerce tuh dapet harga perkenalan, jadi sekarang udah enggak. ðŸĪŠ

Akun instagram: @seastersproject
Harga: Rp110.000 (saat itu diskon jadi Rp80.000)
Ukuran: 30ml
Multipurpose Oil Mantra Seasters Project

Ulasan Hand and Body Lotion "Ayurveda" Make and Sense

Pecinta hand and body lotion yang wangi dan komposisinya maunya natural, siapa hayo? Siniii mampir baca bentaran yaa, ada sedikit ulasan dari gue. Dan penjual oke banget, walaupun jualan online mereka enggak bikin kita numpuk sampah di rumah karena pengemasannya seminim mungkin menghasilkan sampah.

Mari baca cerita gue yaa... Bertahun-tahun gue ga punya lotion dan akhirnya memutuskan untuk membeli dari @organicbeauty.id. Beliau seringkali mengulas produk natural dan organik di akun instagramnya. Kini ia menelurkan produknya sendiri yang ia beri nama Make and Sense. Dan lotion ini terhitung produk yang belum lama diluncurkan di Tokopedia namun gue tertarik membeli karena aromanya. Sementara untuk formula serta tekstur sudah gue yakinkan itu bakalan nyaman dan aman (^_-)


Aromanya yang mengingatkan akan melati ini sangat gue idamkan di produk-produk skinker dan bodiker karena ga semua yang punya pilihan aroma melati. Karena aroma melati didapat dari minyak atsiri yang harganya belasan juta, ga kebayang produk yang pakai aroma melati itu harganya berapa. Alternatifnya adalah aroma kembang srigading yang aromanya mirip melati, magis-magisnya sama. Jadi keinget jalan kaki sendirian malem-malem di Gorontalo gue nyium aroma kayak melati tapi bukan melati, bikin merinding wkwk gue udah ngira diikutin kuntilanak. Pas gue samperin sumber bebauan, ini bukan pohon melati tapi srigading dan sama-sama aja bikin merinding.

Si lotion emang cakep banget dari segi tekstur. Ia ringan sehingga mudah menyerap dan tidak bikin lengket.

Kekurangannya dari segi kemasan, labelnya luntur, cuma gue ga peduli. Ada juga yang bilang pump keluarnya seret, gue juga ga terlalu peduli. Karena punya gue ga seret wkwkwkwk maaf. Ga banyak emang yang keluar, tapi kan jadi irit cuyyy. Lebih irit kalo punya 300 ml dan lebih murah jadinya.

Akun instagram: @makeandsense
Harga: Rp92.500
Isi: 100ml
Lotion Make and Sense varian Ayurveda



01/05/2017

Helpful Place is You: ACE Hardware

Suatu ketika saya harus tinggal sendiri. Bukan karena ada pertengkaran di dalam rumah. Tetapi rumah baru saya sudah siap ditempati. Namun ada saja kurang.

Rumah baru memang tidak besar. Satu kamar tidur, satu kamar mandi, ruang tamu, dan dapur sudah mumpuni untuk kaum millennial seperti saya. Namun saat renovasi banyak hal yang kurang. Padahal sudah disediakan beberapa peralatan rumah seperti kloset duduk dan wastafel. Terkhusus untuk toilet saya sangat memperthatikannya.

Kloset duduk yang sudah disediakan ingin saya ganti baru, begitu juga keran, dan tambahan yaitu tempat peralatan mandi dan gantungan pakaian portable. Semuanya karena ingin nyaman di toilet. Apalagi saya kalau sudah toilet bisa berlama-lama.

Kloset TOTO yang biasa kita lihat di mal-mal sekarang ada di kamar mandi saya. Air dari flush yang deras, keran yang sangat membantu setelah menggunakan kloset juga menjadi keinginan saya untuk merasa nyaman di kamar mandi. Juga tutupnya yang slow motion itu membuat saya yang mungkin terburu-buru saat menutup kloset tidak akan merasa terkejut dengan bantingan tutup kloset.

ACE Hardware pun menjadi tempat terbaik untuk saya yang adalah baru memiliki rumah baru. ACE Hardware sangat lengkap. Tidak hanya membuat hunian saya lengkap sesuai kebutuhan saya juga yang saya tidak menyangka, di pojok ACE Hardware ada sebuah tempat khusus untuk peralatan kesehatan yaitu Dr.Kong. Saya pun terbantu oleh keberadaan Dr.Kong. Saya mengalami Plantar Fasciitis pada kaki saya. Dan di Dr.Kong saya menemukan silikon untuk bantalan tumit saya yang nyeri berbulan-bulan. Saya sangat naksir dengan alas kaki yang disediakan oleh Dr.Kong yang sangat nyaman di kaki, penyakit saya ter-cover oleh alas kaki tersebut, namun saya masih belum sempat membelinya karena harus menabung sedikit lagi. Hehe.

Sejauh ini ACE Hardware sangat membantu saya dalam meningkatkan kenyamanan saya di rumah dengan perlengkapan dari Dr.Kong. Namun ACE Hardware tidak melulu untuk hunian namun juga menyentuh personal para pelanggan dengan keberadaan Dr.Kong. Target kedepan: ingin memiliki member card (biar dapat tambahan diskon :D) dan beli alas kaki di Dr.Kong.

SEMUANYA ADA DI ACE HARDWARE!!! TERIMA KASIH ACE HARDWARE.

Catatan: untuk para staf ACE Hardware selama ini begitu ramah dan bersahabat.

JADI TUNGGU APALAGI? ACE Hardware is a #HelpfulPlace. (Kalo ke mal, selalu belanja di ACE Hardware, terkadang tanpa rencana pasti ada saja yang tiba-tiba ingin dibeli untuk kebutuhan hunian hehehe)

07/12/2016

Mimpi ke Bali

Melihat Bali lebih dalam dengan traveling atau stay? Saya ingin keduanya.

Berjalan menelusuri sepanjang jalan Legian sampai Kuta pernah saya lakukan di sela-sela waktu seusai dinas. Saya telusur terus sampai ujung Legian. Lelah tapi tak apa. Saya sendirian di tengah keramaian Legian.

Menyusuri mencari bubble drink kesukaan dengan smartphone mengandalkan peta digital. Lelah dan ternyata saya nyasar! Saya dengan berani dan percaya diri berjalan dengan peta digital di tangan dan satu dua kali bertanya penduduk setempat. Saya ingin sekali membeli bubble drink di gerainya langsung di Kuta. Alhasil saya tidak menemukan apa-apa setelah jauh berjalan dan orang-orang yang saya gali informasinya itu ternyata tidak tahu tempat yang saya tuju.

Akhirnya saya kembali dengan berjalan kaki dan berbalik arah. Sambil melihat dan merasakan suasana Legian malam itu. Sendiri. Saya iseng pula mencari tahu cara sewa sepeda motor. Namun saya tidak bisa menyewa karena semua tempat penyewaan sudah tidak bisa memberikan jasanya di atas pukul 18 WITA. Baiklah. Saya terus berjalan.

Hmm aroma bakaran dupa memenuhi indera penciuman saya. Tidak heran, ini Bali.

Saya merindukannya, aroma bakaran dupa sesaat tiba di I Ngurah Rai Airport dan sepanjang jalan di Legian - Kuta. Harum dan hangat. Bali harum dan hangat. Menurut informasi yang pernah saya dengar Legian dan Kuta masih desa bukan kota. Namun sifat kedesaan itu tak nampak jika sudah berada di sana, apalagi pada malam hari. Ramai. Café, bar, restoran, dan toko belanja serta hotel berjejer di sana. Saya suka di sana karena lebih banyak yang berjalan kaki dibandingkan yang menggunakan kendaraan bermotor.

Sayang sekali saya hanya ke sana hanya demi menuntaskan pekerjaan luar kota secara berkala. Bukan untuk berkunjung demi berlibur seminggu di Bali.

Bermimpi tinggal di Bali sangat terbayang-bayang di kepala. Daerah kecil yang jauh dari hiruk pikuk di desa yang jauh dari kota sangat saya idamkan. Ada sawah, sungai, gunung, dan tentu pantai. Senang rasanya kalau berada di sana setiap hari. Ah. Hanya mimpi. Menabung dulu ya!

Menabung untuk biaya akomodasi dan jalan-jalan. Juga menabung untuk membeli... Hmm... Apa ya... Kamera!!! Saya sangat menyukai fotografi. Parah suka sekali! Tidak repot, kamera saku saja dengan spesifikasi menuju kamera DSLR juga lumayan ga bikin keki kalau-kalau hasrat melihat sebuah objek untuk dipotret. Sekali jepret langsung lihat hasilnya ketje! Mauuuu.. juga go pro, sekarang harganya murah-murah untuk mendapatkan objek foto yang lebih luas. Mauuuu..

Ingat! Harus menabung ya! Hmm..

Semoga nanti kesampaian dan dapat menjadi nyata tinggal di Bali. Hmm :D

Kamera. Smartphone + digital maps. Jalan-jalan di Bali!!! (juga berdoa agar terkabul) :D

12/09/2016

Resensi Buku Porn(o) Tour: Sisi Lain Sebuah Perjalanan

Judul Buku: Porn(o) Tour: Sisi Lain Sebuah Perjalanan
Pengarang: Nurdiyansah Dalidjo
Penerbit: Metagraf
Tempat Terbit: Solo
Tahun Terbit: 2015
Cetakan: Pertama, Januari 2015
Ukuran: 21 cm
Jumlah Halaman: vi, 274
ISBN: 978-602-257-108-7
Harga: Rp 55.000

***

Porn? Tour?

Buku ini sungguh menarik perhatian karena menggunakan kedua kata tersebut dalam menentukan judul buku. Ditambah dengan selipan huruf 'O' setelah kata porn. Apa kira-kira yang akan tersirat di benak orang yang sekedar melihat judulnya saja? Kalau bukan bahwa buku ini berisikan wisata seks beserta panduannya. Awas jangan salah menebak!

Bahwa betul buku ini memang berisikan "porn(o)". Porn di dalam buku ini diartikan sebagai ketelanjangan. Ketelanjangan dalam objek wisata khususnya di Indonesia yang diakibatkan oleh pengelola dan turis objek wisata itu sendiri. Dan ketelanjangan ini dirangkaikan ke dalam tulisan dan beberapa gambar hitam putih di setiap bab dalam buku ini. Wait! Bab? No, dalam buku ini "bab" diganti dengan kata "destinasi".  Substitusi kata tersebut menjadikan buku ini membawa pembaca ke dalam tujuan-tujuan wisata atau makna dan situasi dalam setiap tempat yang dikunjungi oleh penulis. Silakan berkunjung bersama sang penulis dari Destinasi 0 hingga Destinasi 11 di dalam buku ini.

***

Penulis sudah banyak mengunjungi lokasi-lokasi wisata dan tidak sekedar berkunjung. Penulis dengan nyinyir tidak segan menunjukkan adanya ketidakberesan beberapa tempat wisata di Indonesia.

Diawali dengan wisata Gunung Bromo yang sangat terkenal yang pastinya akan ada banyak hal positif dan negatif yang sudah ia temukan di sana sampai Candi Badut yang kurang tenarpun memiliki kisah menyedihkan yang menghilangkan suasana yang seharusnya dapat dirasakan jika berada di bangunan candi.

Penulis juga menyorot masyarakat adat di setiap daerah yang ia kunjungi. Berbincang dengan warga sekitar yang selalu diawali dengan menanyakan arah, karena penulis mengakui dirinya kurang hatam dalam hal navigasi. Perbincangan dengan warga akan selalu membuka khasanah baru bagi wisatawan dibandingkan hanya berkunjung ke lokasi wisata kemudian berfoto lalu pulang. Dan dari sana penulis mengetahui apa yang dialami masyarakat adat dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Ada hal yang unik dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang merasa dirinya adalah orang berdarah daerah tempat ia lahir, padahal sama sekali tidak ada jenis suku itu dalam silsilah keluarganya. Penulis menemukan hal ini di Palembang, tidak menutup kemungkinan ini juga terjadi di daerah lain. Tempat lahir menjadi darah dan daging. Begitu cinta dengan tanah kelahiran. Rasa kedaerahan sangat tinggi di setiap individu. Semoga rasa nasionalisme juga sama besarnya di setiap warga Indonesia walaupun banyak perbedaan suku, ras, agama, juga orientasi seksualnya.

Penulis juga kritis dalam membahas setiap lokasi wisata yang ia kunjungi dengan begitu ia secara tidak langsung mengedukasi pembaca (yang pastinya juga traveller atau traveller wanna be) untuk lebih memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di sebuah objek wisata. Pada dasarnya ialah menghargai setiap tempat yang dikunjungi beserta para masyarakat sekitarnya. Dan menghargai harus dalam bentuk perbuatan yaitu tidak membuang sampah sembarangan dan berlaku sopan juga tidak merusak cagar budaya. Bahkan sebaiknya sampah yang dibawa pengunjung dibawa kembali ke asalnya sehingga tidak mengotori tempat wisata. Mengingat setiap kegiatan travelling meninggalkan carbon footprint yang berkontribusi pada pemanasan global karena manusia adalah sumber emisi gas karbon dioksida maka disarankan oleh penulis untuk menggunakan kendaraan umum atau berjalan kaki karena paling besar polusi disebabkan oleh transportasi.

Tak hanya itu saja , penulis juga membuka pikiran para pelancong mengenai human trafficking dengan menolak service yang diberikan oleh anak-anak di bawah umur di bidang pariwisata. Dan juga menolak mengonsumsi daging hewan-hewan dilindungi sekalipun itu akan memberikan pengalaman baru nan unik. Karena sebagai rantai makanan teratas, para pengunjung dapat menghentikan hal-hal yang mengacaukan ekosistem yang sudah ada sejak lama. Sebagaimana hukum ekonomi, ada permintaan ada penawaran, semakin tinggi yang meminta juga otomatis banyak juga penawaran. Traveller sebaiknya lebih bijaksana untuk mengurangi atau menghentikan permintaan untuk hal-hal demikian.

***

Sebagai penyuka bacaan mengenai travelling, baik blog atau buku, saya menyarankan buku ini dapat dimiliki setiap individu yang mencintai lokasi-lokasi indah di Indonesia. Mungkin tak ada ruginya menambah wawasan dengan perspektif berbeda tentang keindahan negeri ini. Mungkin kamu juga dapat seperti Nurdiyansah Dalidjo mengisahkan pengalaman melancong yang dirangkai ke dalam sebuah buku dengan lokasi indah lainnya beserta perspektif yang berbeda pula.

“A traveler without observation is a bird without wings.” – Moslih Eddin Saadi ( Quote ini untuk Nurdiyansah Dalidjo, yang sudah mengikhlaskan satu bukunya untuk saya baca dan renungkan ) Terima kasih! Enjoy reading and traveling! :)